Industri otomotif listrik (electric vehicle/EV) di Indonesia menunjukkan akselerasi signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Pemerintah menargetkan 2 juta mobil listrik dan 12 juta sepeda motor listrik beredar pada 2030, sebagai bagian dari upaya menurunkan emisi karbon dan ketergantungan bahan bakar fosil IISD. Tahun 2024 menandai titik balik: penjualan mobil listrik di dalam negeri tripel lipat dibanding 2023, dengan pangsa pasar EV mencapai lebih dari 7 % dari total penjualan kendaraan baru IEA.
Pertumbuhan Pasar EV
-
Mobil Listrik: Penjualan BEV (Battery Electric Vehicle) meningkat drastis pada 2024, seiring hadirnya model terjangkau dan insentif fiskal.
-
Sepeda Motor Listrik: Walaupun masih di bawah target, permintaan motor listrik terus naik seiring populernya skuter elektrik di perkotaan.
Kendati tren positif ini, EV masih menyumbang di bawah 10 % total penjualan kendaraan bermotor AP News.
Kebijakan dan Insentif Pemerintah
-
Presidential Regulation No. 55/2019 & PP No. 74/2021: Memberi tax holiday, pembebasan bea masuk komponen EV, dan pengurangan PPN kendaraan listrik.
-
VAT 1 % untuk EV: Tarif PPN mobil listrik dikurangi dari 11 % menjadi 1 % sejak 2023 untuk mendorong adopsi IEA.
Langkah-langkah ini terbukti memacu permintaan, namun efektivitas jangka panjang tergantung keberlanjutan insentif.
Investasi dan Hilirisasi
Sejak 2024 hingga Maret 2025, setidaknya tujuh pabrikan EV—termasuk BYD, Citroën, AION, Maxus, Geely, VinFast, dan VW—mengumumkan investasi total Rp 15,4 triliun untuk membangun fasilitas perakitan dengan kapasitas gabungan 280.000 unit per tahun Xinhua News. Pemerintah menargetkan agar Indonesia tak hanya menjadi pasar, tetapi juga hub manufaktur EV regional.
Infrastruktur Pengisian Daya
Keterbatasan stasiun pengisian menjadi kendala utama adopsi EV. Menjawab hal ini, VinFast berencana mendirikan hingga 100.000 titik charging di seluruh nusantara, dimulai dengan pabriknya di Jawa Barat yang akan beroperasi tahun depan Reuters. Percepatan pembangunan charging station swasta dan publik penting untuk mendukung mobilitas listrik secara massal.
Tantangan dan Hambatan
-
Harga Kendaraan: Meskipun insentif, harga awal EV masih lebih tinggi 20–30 % dibanding ICE (Internal Combustion Engine) setara.
-
Jaringan Daya dan Grid: Integrasi puluhan ribu charger membutuhkan modernisasi jaringan listrik dan peningkatan kapasitas distribusi.
-
Rantai Pasok Baterai: Ketergantungan pada impor komponen baterai menuntut percepatan pembangunan kilang baterai domestik dan hilirisasi nikel.
Rekomendasi Strategis
-
Skema Leasing dan Kredit Murah: Menyediakan pembiayaan dengan tenor panjang dan suku bunga rendah agar EV lebih terjangkau.
-
Kolaborasi Publik–Swasta: Memperluas KPBU untuk pembangunan charging station di ruas tol, mal, dan kantor pemerintahan.
-
Penguatan Lokal Content Requirement: Mendorong pabrikan EV meningkatkan kandungan lokal komponen, menyokong industri smelter dan baterai.
-
Kampanye Edukasi Konsumen: Sosialisasi manfaat total cost of ownership (TCO) EV dan keandalan teknologi baterai untuk mengurangi kekhawatiran pembeli.
Kesimpulan
Menuju 2025, industri otomotif listrik di Indonesia berada pada jalur positif: pertumbuhan penjualan, regulasi pro-EV, dan investasi besar membuka peluang besar. Namun, keberhasilan transisi ini bergantung pada penyelesaian infrastruktur pengisian daya, penurunan harga lewat skala ekonomi, serta hilirisasi rantai pasok baterai. Sinergi kebijakan pemerintah, investasi swasta, dan edukasi publik akan menentukan apakah Indonesia dapat menjadi pusat EV terkemuka di Asia Tenggara.